Pentolan Litecoin, Charlie Lee mengumbar opininya terkait dengan insiden peretasan DeFi bZx beberapa waktu lalu. Atas insiden tersebut, pendiri Litecoin ini menyebut DeFi hanya teater desentralisasi saja. Dirinya mengaku tidak percaya dengan DeFi lantaran mudah untuk ditutup pihak otoritas berwenang.
Ciutan Charlie Lee itu lantas menyebar kemana-mana. Terang saja, karena memang peristiwa peretasan DeFi bZx bahkan terjadi dua kali dalam waktu beberapa hari saja. Decentralized Finance – DeFi, selama ini banyak digembar-gemborkan dapat berjalan secara independen menggunakan blockchain tanpa intervensi pihak terpusat manapun.
Idenya tetap itu juga, menggunakan smart contract di platform blockchain tertentu. Sehingga sejumlah nilai transaksi itu bisa diproses melalui DeFi. Hal ini dipandang berbeda oleh Charlie Lee. Menurutnya, gagasan desentralisasi mata uang dengan sistem keuangan yang ada saat ini adalah dua konsep yang sepenuhnya berbeda.
Bitcoin (BTC) dan cryptocurrency lainnya sebagai alat pembayaran dibangun untuk dapat ditransaksikan dengan jumlah unit yang terbatas, dan tetap. Hal itu lantas berubah menjadi sebuah epidemi ketika Ethereum muncul di tahun 2014 silam. Wacana yang diusung untuk merevolusi sistem keuangan. Hal ini terkesan terlalu berlebihan.
Karakter desentralisasi dalam cryptocurrency memberikan tingkat keamanan yang lebih, karena bisa dicapai melalui distribusi konsensus. Sementara DeFi hanya menggunakan properti itu dalam pengembangan sistemnya saja.
Ujungnya adalah para pebisnis DeFi ini memainkan perannya dengan melibatkan banyak institusi besar, sebagai penjaga gawang mutlak dibaliknya. Inisiatif membuat desentralisasi keuangan, yang ada justru terlalu banyak peran institusi terpusat. Menurut Lee, DeFi akan terus banyak bergantung pada institusi-institusi besar itu.
DeFi Banyak Disorot, MakerDAO Pilih Aman
Insiden yang terjadi pada DeFi membuat Marker DAO ikut merasakan imbasnya. MakerDAO sejauh ini dipandang sebagai proyek DeFi terbesar. Platform ini sudah mendominasi setidaknya sekitar 57,5% berdasarkan pantauan beberapa media kripto.
Melihat situasi yang ada, banyak pasang mata saat ini menyosot platfom DeFi. Termasuk juga MakerDAO. Dari sekian banyak ciutan di sosial media, MakerDAO lebih memilih jalan aman. Enggan untuk menanggapi sembali menyebut bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan. Menurut mereka, insiden tersebut tidak ada yang diretas. Masyarakat tidak perlu takut dan ragu-ragu.
Namun dalam ciutan baru-baru ini, pihak MakerDAO juga berupaya untuk melakukan pembaruan sistem tata kelola resiko di platformnya. Jalan yang coba diupayakan adalah menggunakan Governance Security Module (GSM).
Mekanisme itu mencoba untuk mengambil peran pemilik token MKR agar bisa terlibat dalam pengambilan keputusan ketika ada kebijakan pembaruan. Sorotan yang ada itu dipandang hanya sebatas “FUD”.
Sementara dari insiden DeFi bZx, sudah terlihat bahwa penyerang berhasil mengeksploitasi protokol DeFi yang digunakan platformnya. Ulasan di Defiant (19/2/2020) yang ditulis oleh Camila Russo cukup gamblang bagaimana protokol DeFi itu bisa dieksploitasi.
Pada serangan DeFi bZx pertama yang terjadi tepat di hari Valentine itu, setidaknya ada 5 protokol yang berhasil dieksploitasi. Serangan ini hanya berlangsung dalam waktu 15 detik. Dengan modal cuman USD 8,21 atau sekitar Rp. 113 ribu.
Sementara di serangan kedua, ada 4 protokol yang dieksploitasi. Serangan kali kedua ini juga dilakukan hanya dalam waktu 15 detik. Namun penyerang harus mengeluarkan modal lebih besar. Kurang lebih USD 110 atau sekitar Rp. 1,5 juta.Yang cukup menarik, bahwa dalam ulasan teknis yang dijelaskan Defiant juga memperinci pandangan bahwa platform DeFi bukanlah terdesentralisasi. Sudah cukup gamblah bahwa pihak tim DeFi punya kendali penuh atas platform tersebut.